INTEGRASI ILMU KEDOKTERAN DENGAN AL-QUR’AN
INTEGRASI ILMU KEDOKTERAN DENGAN
AL-QUR’AN
I. PENDAHULUAN
Seiring dengan berkembangnya zaman dan semakin majunya peradaban, maka semakin banyak munculnya teknologi yang memberi kemudahan kepada manusia. Kemudahan inilah yang sering memberi makna yang beragam sehingga kadang kala banyak penafsiran yang salah. Sebagian dari kaum muslim ada yang sangat antipati terhadap kemajuan teknologi yang berkembang karena alasan agama tidak menyukai adanya teknologi yang berkembang sehingga menyebabkan lunturnya iman.
Pemahaman yang beragam inilah yang perlu dibenarkan. Sejatinya agama apapun termasuk islam tidak pernah melarang adanya perkembangan ilmu pengetahuan sehingga menjadikan teknologi yang semakin berkembang. Berkembangnya teknologi justru memberikan manfaat yang banyak dan sebagai sarana untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah. Pandangan yang antipati terhadap kemajuan ilmu pengetahuan perlu diluruskan kembali dengan pemahaman yang lebih kemprehensif.
Untuk itulah maka dalam makalah ini diberikan penjelasan mengenai integrasi ilmu kedokteran dengan al-qur’an. Diharapkan dengan adanya pemahaman ini maka tidak ada kesalah pahaman dalam memaknai islam sebagai agama yang mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan.
Seiring dengan berkembangnya zaman dan semakin majunya peradaban, maka semakin banyak munculnya teknologi yang memberi kemudahan kepada manusia. Kemudahan inilah yang sering memberi makna yang beragam sehingga kadang kala banyak penafsiran yang salah. Sebagian dari kaum muslim ada yang sangat antipati terhadap kemajuan teknologi yang berkembang karena alasan agama tidak menyukai adanya teknologi yang berkembang sehingga menyebabkan lunturnya iman.
Pemahaman yang beragam inilah yang perlu dibenarkan. Sejatinya agama apapun termasuk islam tidak pernah melarang adanya perkembangan ilmu pengetahuan sehingga menjadikan teknologi yang semakin berkembang. Berkembangnya teknologi justru memberikan manfaat yang banyak dan sebagai sarana untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah. Pandangan yang antipati terhadap kemajuan ilmu pengetahuan perlu diluruskan kembali dengan pemahaman yang lebih kemprehensif.
Untuk itulah maka dalam makalah ini diberikan penjelasan mengenai integrasi ilmu kedokteran dengan al-qur’an. Diharapkan dengan adanya pemahaman ini maka tidak ada kesalah pahaman dalam memaknai islam sebagai agama yang mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan.
II. PEMBAHASAN
A.
Penjelasan Integrasi Kedokteran
dengan Al-qur’an
Banyak opini yang berkembang
tentang keberadaan kedokteran Islam, namun kebanyakan opini tersebut menyempit
menjadi opini yang menyederhanakan kedokteran Islam menjadi kedokteran
nabi (thibbun nabi). Empat hal yang disebut-sebut berkaitan
dengan kedokteran Islam (1) kebiasaan sehat Rasulullah seperti puasa sunah,
tidak makan sebelum lapar, berhenti sebelum kenyang, dll; (2) mengkonsumsi madu
atau habatussaudah (3) bila sampai sakit, terapinya adalah bekam; (4) untuk
penyakit karena pengaruh sihir dilakukan ruqyah syar’iyah.
Ilmu kedokteran Islam didefinisikan
sebagai ilmu pengobatan yang model dasar, konsep, nilai, dan prosedur-
prosedurnya sesuai atau tidak berlawanan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Prosedur
medis atau alat pengobatan yang digunakan tidak spesifik pada tempat atau waktu
tertentu. Ilmu kedokteran Islam itu universal, mencakup semua aspek, fleksibel,
dan mengizinkan pertumbuhan serta perkembangan berbagai metode investigasi dan
pengobatan penyakit.
Dengan demikian, penyederhanaan
seperti di atas merupakan hal yang tidak mutlak dapat dibenarkan, walaupun
cara-cara pengobatan yang disebut-sebut berkaitan dengan kedokteran Islam
tersebut merupakan bagian dari kedokteran Islam itu sendiri. Bahkan, bisa
dikatakan bahwa life style dan pedoman hidup sehat yang
dicontohkan oleh Rasulullah adalah kebenaran hakiki yang tidak diragukan
manfaatnya bahkan dalam penelitian modern lambat laun diketahui manfaat
medisnya melalui berbagai penelitian.
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ
اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ
وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا ﴿٢١﴾
“Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al- Ahzab: 21)
Pada ayat di atas ditegaskan, bahwa
segala hal yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW merupakan teladan yang baik,
tidak terkecuali dalam hal pengobatan dan kedokteran. Banyak sunnah-sunnah
Rasul yang setelah diteliti lebih lanjut, ternyata terbukti memberikan manfaat.
Orang yang melakukan wudhu’ dengan baik, termasuk di dalamnya
melakukan istinsyaq (menghirup air lewat hidung) dan istintsar (mengeluarkan
air yang dihirup lewat hidung), menurut hasil penelitian Prof. DR. Syahathah
dari bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Alexandria, istinsyaq dapat
membersihkan hidung dari kuman-kuman dan istintsar dapat mengeluarkan kuman
tersebut sehingga mengurangi terjadinya infeksi hidung.
Begitu pun dengan cara pengobatan
misalnya dengan menggunakan madu. Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari
madu yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah telah terbukti kebenarannya. George
(2007) serta Gethin (2008), telah mendemonstrasikan bahwa madu dari
tumbuhan Leptospermum Scoparium memiliki aktivitas antibakteri
yang tinggi, bahkan tim dokter Divisi bedah plastic RSCM meneliti lebih lanjut
efek anti bakteri tersebut mendapatkan hasil bahwa tiga jenis bakteri yang
terkenal berbahaya yaitu, Pseudomonas sp, Stapilococus sp
serta bakteri yang terkenal karena kebal terhadap berbagai antibiotic, MRSA (methicillin-resistant
stapilococus aureus) ternyata dapat dimatikan oleh madu.
B.
Kedokteran Islam Modern
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa
Nabi SAW bahwa Nabi SAW telah memerintahkan dokter melakukan pembedahan
perut pada seorang laki-laki yang mempunyai penyakit kronis pada perut. .
Dokter itu berkata “Ya Rasulullah, mungkinkah seni kedokteran membantu dalam
hal ini? Nabi menjawab “Jika jenis pengobatan ini terbukti berhasil, maka
metode pengobatan ini hendaklah dipakai di sini”. [6]
Rasulullah tidak melarang
pengobatan modern, malahan memberikan pengajuran yang kuat padanya, beberapa
hadits lain juga menerangkan bahwa Rasulullah pernah memanggil dokter untuk
pengobatan salah satu sahabat Anshar yang mengalami pendarahan internal, bahkan
Rasulullah ketika menjelang wafatnya, beberapa dokter baik Arab maupun
non Arab selalu datang selalu datang serta duduk di samping beliau dan mengobati
beliau. [7]
Penyederhanaan kedokteran Islam
menjadi kedokteran nabi sesungguhnya juga tidak terjadi pada masa-masa
kejayaan Islam. Pada saat itu kaum muslimin secara sadar melakukan
penelitian-penelitian ilmiah di bidang kedokteran secara orisinal dan
memberikan kontribusi yang luar biasa di bidang kedokteran. Era kejayaan Islam
telah melahirkan sejumlah tokoh kedokteran terkemuka, seperti Al-Razi,
Al-Zahrawi, Ibnu-Sina, Ibnu-Rushd, Ibn-Al-Nafis, dan Ibn- Maimon.
Ibnu Sina misalnya, dokter
kelahiran Persia yang telah menghafal al Qur’an sejak usia lima tahun ini,
tidak hanya dikenal sebagai Bapak kedokteran Islam, dunia pun menyebutnya
sebagai Bapak Kedokteran dunia. Tidak berlebihan, karena perkembangan dunia
kedokteran awal tidak bisa terlepas dari nama besar Ibnu Sina. Ia juga banyak
menyumbangkan karya-karya original dalam dunia kedokteran. Dalam Qanun
fi Thib misalnya, ia menulis ensiklopedia dengan jumlah jutaan item
tentang pengobatan dan obat-obatan. Ia juga adalah orang yang memperkenalkan
penyembuhan secara sistematis, dan ini dijadikan rujukan selama tujuh abad
lamanya. Ibnu Sina pula yang mencatat dan menggambarkan anatomi tubuh manusia
secara lengkap untuk pertama kalinya. Ia pun adalah orang yang pertama kali
merumuskan, bahwa kesehatan fisik dan kesehatan jiwa ada kaitan dan saling
mendukung.
C.
Kedokteran: Potret Kekinian
“Tidak ada penyakit yang Allah
ciptakan, kecuali Dia juga menciptakan cara penyembuhannya” (HR
Bukhari).
Keyakinan ini, hendaknya memotivasi
para dokter untuk senantiasa menggali dan mengembangkan ilmu kedokterannya
serta mengambil hikmah yang terkandung di dalamnya. Mengobarkan semangat para
praktisi kesehatan Nabi (thibbun nabawi) untuk menggali
teladan-teladan dari pola hidup Rasulullah SAW dan mulai melakukan penelitian
sehingga kedokteran Nabi ke depannya akan menjadi kedokteran yang terbukti
keilmiahannya, diterima secara global dan bisa jadi menjadi pintu masuk hidayah
bagi dokter-dokter barat yang memiliki kecintaan pada bidang kedokteran ini.
Namun dikotomi yang terjadi dewasa
ini, telah membuat jarak yang jauh antara kedokteran modern dan thibbun
nabawi. Sehingga ketika disebut kedokteran Islam identik dengan thibbun
nabawi saja. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan, terjadi hubungan
antagonistis antara kedokteran modern dengan kedokteran nabi. Tidak
jarang kita temukan, seorang pasien yang berobat kepada dokter modern, dan si
dokter mencela kedokteran cara nabi begitu pun sebaliknya banyak kita
temukan orang yang mengaku sebagai praktisi pengobatan nabi mempengaruhi pasien
akan dampak negatif kedokteran modern, yang lebih menakutkan ada kalanya si
praktisi kedokteran nabi tersebut jatuh ke dalam tahap fitnah terhadap
kedokteran modern, padahal seharusnya para praktisi kedokteran nabi tidak hanya
mengobati pasien dengan sunnah yang diajarkan Rasul SAW, tetapi juga
mencontohkan melalui perilakunya sendiri.
Idealnya, seorang yang melakukan
praktek kedokteran dalam kedokteran Islam, baik itu dokter modern ataupun
praktisi thibbun nabawi hendaklah berperan deliberative (sebagai
guru yang memberitahu pasien apa yang harus dikerjakan dan mengapa hal itu
harus dikerjakan) [9] sehingga hubungan dokter pasien atau praktisi
kesehatan dan pasien menjadi efektif untuk penyembuhan pasien.
Bagi seorang dokter dalam
melaksanakan tugasnya berlaku “Aegroti Salus Lex uprema” yang berarti
keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi [10] jika pengobatan nabi
merupakan pengobatan yang dapat menyembuhkan pasien, maka tidak ada salahnya
jika seorang dokter menyarankan melaksanakan thibbun nabawi pada
pasiennya, dan para praktisi kedokteran nabi tentu akan dapat mencontoh Nabi
SAW yang membolehkan bahkan menyarankan kedokteran modern jika itu
berguna untuk kemaslahatan.
Penelitian kedokteran modern yang
berkembang pesat, hendaklah dimanfaatkan oleh dokter-dokter muslim untuk
menemukan pengobatan penyakit mau pun mengambil pelajaran dan hikmah sehingga
dokter-dokter muslim dapat kembali merasakan zaman keemasan kedokteran Islam.
Di samping itu, dokter muslim yang mendalami ilmu kedokteran modern hendaklah
menjadi agen kedokteran Islam dengan berperilaku yang mencerminkan akhlakul
karimah.
Pengobatan cara nabi (thibbun nabawi) yang
terkesan berkembang lambat karena hanya sedikit diterapkan dalam kehidupan
modern. Haruslah melakukan riset yang konseptual dan sistematis. [11] Hal
ini sesungguhnya didukung oleh hukum kesehatan Indonesia. Dimana pada Kode Etik
Kedokteran Indonesia (KODEKI) [12] pasal 47 menyatakan bahwa
pengobatan tradisional dapat terus ditingkatkan dan dikembangkan untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Sehingga dengan pengembangan
dan peningkatan mutu disertai dengan riset konseptual dan sistematis
pengobatan cara nabi (thibbun nabawi) akan diterima secara
universal.
III. PENUTUP
“Mohonlah kepada Allah kesehatan.
Sesungguhnya karunia yang paling baik setelah keimanan adalah kesehatan” (HR Ibnu Majah)
Mayoritas orang memiliki
kecenderungan mencari pengobatan instan, baik medis maupun alternative. [13] Harapan
terbesar orang yang sakit adalah menjadi sehat kembali. Dokter modern maupun
praktisi kedokteran nabi (thibbun nabawi) ataupun kedua-duanya
tidaklah bisa memberi kesembuhan, karena sesungguhnya Allah lah yang maha
menyembuhkan.
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
﴿٨٠﴾
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang
menyembuhkan Aku.” (QS.
Asy Syu’araa’: 80) [14]
Baik dokter modern maupun
praktisi thibbun nabawi sudah seharusnya berusaha untuk
kesembuhan pasiennya, dan berusaha mengembalikan kejayaan kedokteran Islam
dengan cara memperkaya khazanah ilmu masing-masing, memberikan
pelayanan kesehatan yang professional dan menunjukkan nilai-nilai keislaman
serta saling mendukung dan bekerja sama dalam rangka ikhtiar untuk
kesembuhan pasien.
Sudah saatnya kedokteran Islam
menjadi kiblat kedokteran dunia, tidak hanya dengan menjalin hubungan teraupetik dan deliberative tetapi
juga edukatif terhadap pasien-pasiennya tentang makna sehat
dan pengobatan itu sendiri. Tugas dokter, praktisi kesehatan nabi, mahasiswa
kedokteran bahkan mahasiswa pada umumnya dan masyarakat secara keseluruhan
untuk menanamkan paradigma berfikir yang benar tentang
kedokteran Islam yang merupakan integrasi kedokteran modern dengan
penerapan akhlakul karimah dan pengobatan cara nabi (thibbun
nabawi) yang diiringi evidence base medicine (EBM).
0 komentar:
Posting Komentar